Sewaktu saya mendapatkan kabar kalau saya memenangkan Giveaway Tanakita yang diadakan oleh KekeNaima.com, senangnya bukan kepalang. Ini pertama kalinya saya bisa mengajak anak-anak naik gunung dan menikmati alam bebas tapi ala hotel bintang 5. Pengalaman seru dan menarik pastinya. Karena Camp Tanakita ini sudah sangat terkenal dan harga perorangnya sama dengan harga satu kamar di hotel bintang tiga.

Pada hari H, saya akhirnya hanya bisa berangkat dengan dua orang anak saya. Yaitu Aliya 6 tahun dan Rafi 5 tahun. Papahnya harus berangkat ke Lombok secara mendadak, menjadikan saya was-was sendiri. Bagaimana caranya saya bisa sampai ke Sukabumi dengan dua anak saya yang super duper aktif ini. Akhirnya, agak sedikit nekat saya bawa mobil saja. Menyetir sendiri dan sudah terbayang macetnya luar biasa di jalan tol menuju Sukabumi.

Sampai di jalan, ternyata benar dugaan saya. Macet luar biasa. Tapi ternyata anak-anak saya bisa sangat tenang di mobil dan menikmati perjalanan. Walaupun beberapa kali harus mampir ke mini market untuk sekedar buang air kecil atau jajanan, perjalanan lumayan lancar. Total waktu untuk sampai ke Tanakita dari Tangerang rumah saya adalah 7 jam hehehe. Iya 7 jam. Jadi saat saya tiba di Tanakita, hari sudah malam dan gelap. Saya harus menanjak ke arah Gunung Gede Pangrango untuk sampai di Taman Nasionalnya.

Begitu tiba di Taman Nasional Gede Pangrango, perjalanan tidak berhenti sampai situ saja. Saya masih harus melewati jalanan berbatu yang lumayan terjal di tengah gelapnya malam. Karena jalan ke arah situ belum ada lampu, jadi otomatis satu-satunya penerangan hanya dari mobil saja. Sempet was-was juga apakah mobil saya ini bisa melewati tanjakan yang lumayan terjal. Apalagi dengan transmisi mobil yang otomatis, yang terkadang tidak mampu naik tanjakan kalau setelan giginya tidak dipasang rendah. Tapi ternyata saya dan mobil saya itu mampu melewatinya dengan baik. Bahkan anak-anak saya ngga sampai teriak histeris kok hehehe.

Tanakita – Five Stars Camp

tanakita27

Bumi perkemahan Tanakita sendiri terletak di kaki Gunung Gede Pangrango. Yang membedakan dari perkemahan lainnya adalah kita bisa merasakan fasilitas ala hotel, tapi tetap bisa merasakan keindahan alamnya dengan menginap di tenda. Fasilitasnya pun ngga main-main. Perkemahan yang dikelola secara profesional ini sangat mengutamakan kenyamanan para pengunjungnya. Mulai dari toilet bersih, kasur springbed di dalam tenda, colokan listrik di dalam tenda, makanan dalam bentuk prasmanan yang selalu tersedia sehari tiga kali, sampai fasilitas kegiatan outbound dan juga tubing.

Anak-anak saya sangat bersenang-senang di sini. Karena mereka anak kota, jadi merasakan alam bebas menjadi kenangan tersendiri buat mereka. Kegiatannya juga bermacam-macam untuk anak-anak. Mulai dari hunting kunang-kunang saat malam, melihat jamur yang bercahaya, flying fox dengan ketinggian 12 meter, berjalan-jalan melalui pinggir sungai karena mengikuti saya tubing, bermain dengan anak anjing, sampai melihat tupai berlompatan dari pohon satu ke pohon lainnya. Anak-anak saya enjoy sekali. Apalagi saat liburan barengan dengan teman blogger juga dan anak-anaknya.

Serunya Tubing

Kalau biasanya suka permainan air di sungai adalah arung jeram, lain halnya dengan di Tanakita. Permainan ekstrim yang tersedia adalah tubing. Saya sendiri pun tadinya masih tidak tahu menahu apa itu tubing. Tapi setelah dijelaskan oleh pemandunya, jadi sedikit ngerti tentang tubing. Saya yang baru pertama kali bermain dengan arus sungai sempat ketar-ketir tapi akhirnya menjadi sedikit tenang karena ternyata permainannya sangat aman.

Tubing adalah permainan ekstrim dengan mengikuti arus sungai yang lumayan deras, dengan menggunakan ban besar sebagai alat bermainnya. Kalau arung jeram atau rafting adalah kegiatan rame-rame, lain halnya dengan tubing. Kita hanya sendirian berada di atas ban besar. Iya, sendirian bok. Padahal arus sungai cukup deras dan banyak sekali batu-batu besar. Resiko terpentok dan menyenggol batu jadi ketakutan terbesar. Belum lagi memikirkan kalau kita terbalik saat meluncur. Wuih deg-degan gimana gitu rasanya hehehe.

Tapi jangan khawatir, ternyata staf Tanakita sangat sigap membantu perjalanan di atas sungai. Mereka stand by diantara arus yang deras dan curam. Jadi kita kerjanya hanya memposisikan diri agar seimbang agar tidak menabrak bebatuan dan memastikan kalau kita ngga terbalik saat arus deras yang curam. Serem ya ^^.

Tenang aja, karena sebelum dimulai, kita diberikan pelatihan singkat kok. Bagaimana memakai peralatan keamanannya, cara duduk yang benar di atas ban, cara menyeimbangkan saat berada di air, dan apa yang harus dilakukan saat kita terbalik. Bahkan kalau bannya terbawa arus, kita ngga perlu ngejar. Karena ada staf yang akan memberikan ban baru dan mengambil ban yang terbawa itu. Satu lagi hal penting, saat tubing sebaiknya memakai sepatu. Demi keamanan kaki, karena pasti kaki akan banyak berbenturan dengan batu-batu yang super besar.

Nah pada saat tubing, saya sempet deg-degan banget. Apalagi arus lumayan deras dan airnya ternyata dingin sekali. Kurang lebih 11 orang dalam satu rombongan yang melakukan tubing di hari itu. Seru banget saat kami semua berbasah-basahan dan menahan dingin. Padahal sudah pakai sarung tangan tapi tetap saja tangan ikut merasa beku. Arusnya yang deras membawa kami terpontang-panting dan menyenggol satu sama lain. Wah rasanya menyenangkan sekali. Kudu dicoba kalo main ke Tanakita.

Naik Apa ke Tanakita ?

Seperti yang saya infokan di atas. Saya ke Tanakita kebetulan menyetir mobil sendiri bersama dua anak saya. Cara lain ke Tanakita bisa menggunakan bis jurusan Sukabumi dan minta turun di Polsek Cisaat. Baru kemudian disambung dengan angkot warna merah ke taman nasional Pangrango. Alternatif lainnya adalah dengan menggunakan kereta api. Yaitu dari Stasiun Bogor ke Sukabumi dan turun di Stasiun Cisaat. Harga tiketnya sangat murah. Yaitu Rp50.000 untuk kelas eksekutif dan Rp20.000 untuk kelas ekonomi. Dari stasiun bisa langsung carter angkot untuk ke taman nasionalnya.

Kalau saya kebetulan lebih memilih naik mobil sendiri dengan alasan praktis. Dan waktu itu sempat bingung mau naik mobil apa. Tapi akhirnya saya putuskan untuk menggunakan mobil Toyota Agya yang selalu saya pakai untuk dalam kota. Awalnya sempat ngga yakin apakah Agya bisa dipakai keluar kota, apalagi untuk naik gunung yang tanjakannya lumayan tinggi dan medannya yang agak berbatu karena di pegunungan.

Pertimbangan untuk memakai mobil Agya saat itu adalah karena pertama transmisinya automatic. Saya sudah membayangkan bakalan macet parah karena melewati tol yang searah ke puncak. Dan kalau manual, haduh capeknya ngga kebayang. Terbukti saat itu memang macet dan total perjalanan yang saya habiskan untuk sampai ke Tanakita adalah 7 jam. Pertimbangan lainnya adalah body-nya yang mini, bakalan membuat perjalanan saya jadi mudah. Karena kadang saya suka menyelap-nyelip hehehe.

Agya sendiri memiliki kursi bagian belakang yang lega dan nyaman. Jadi kedua anak saya yang super duper aktif ngga perlu merasa kesempitan seperti menggunakan sedan. Saat mereka tidur juga lebih enak, karena yang satu bisa tidur di sebelah saya, yang satunya lagi tidur di kursi belakang tanpa perlu rebutan. Begitu juga dengan bagasi yang lega, jadi pakaian dan peralatan sirkus bisa diletakkan di belakang.

Soal keiritan jangan ditanya. Hal inilah yang membuat saya menukarkan mobil Toyota Vios tahun 2004 dengan Toyota Agya Tipe TRD-S tahun 2012, saat Agya pertama kali diluncurkan. Fitur Eco yang diklaim irit BBM menarik perhatian saya. Bagaimana tidak, dengan prediksi saya bahwa BBM akan terus naik, Agya menjadi pilihan cerdas dan tepat terutama untuk mendukung gaya hidup traveling saya bersama anak-anak.

Terbukti dengan klaimnya bahwa dalam satu liter mampu berjalan sejauh 20 km, yang memang sudah saya buktikan sendiri. Hanya dengan mengisi full tangkinya dengan pertamax, mampu bertahan pulang pergi Tangerang – Sukabumi tanpa mengisi lagi. Sangat irit dan hemat waktu untuk antri SPBU.

Fitur Eco ini menjadi pengingat saya untuk tetap menyetir dalam keadaan hemat. Yaitu dengan adanya indikator berwarna hijau yang menyala apabila cara menyetir saya sudah benar. Akan tetapi kalau indikator ini tidak menyala, berarti ada yang salah dengan cara saya menyetir. Dan karena sudah terbiasa menggunakan, saya jadi tau kalau ingin irit bahan bakar, gas harus diinjak perlahan secara konstan.

Faktor keamanan juga menjadi salah satu hal yang wajib dimiliki. Maklum saya ibu dengan dua anak yang aktif sekali menggunakan mobil. Sehingga keamanan menjadi faktor yang tidak dapat ditawar lagi. Untungnya Agya sudah dilengkapi dengan Dual SRS Air Bag, Seatbelt dengan Pretensioner & Force Limiter, dan yang terpenting adalah Body Structure Reinforcementnya.

Leganya, perjalanan pulang pergi Tangerang – Sukabumi berjalan dengan lancar. Walaupun hampir Isya saya harus menanjak menuju kaki gunung dan tidak ada penerangan, namun bisa dengan lincah di jalanan berkelok. Ditambah lagi, jalan menuju perkemahan yang penuh bebatuan licin karena habis hujan dan turunan yang curam. Akhirnya saya bisa dengan selamat sampai di tujuan, baik itu pulang maupun pergi. Well sungguh pengalaman seru, karena ini pertama kalinya saya membawa Agya keluar kota. Dan hilang semua kekhawatiran tentang Agya yang saya pikir hanya sebagai city car saja.

Kontak Tanakita

Bagi yang mau liburan seru juga di Tanakita, jangan lupa untuk booking jauh-jauh hari. Karena setiap minggunya selalu penuh. Kebanyakan digunakan untuk gathering perusahaan. Tapi kalau lagi musim liburan sekolah, diutamakan buat keluarga loh. Untuk harga, mulai dengan Rp550.000/orang ya. Sudah termasuk kemah, makan 3x, flying fox, dan trekking. Tubingnya sendiri nambah biaya lagi dan tergantung debit air sungai pada hari itu.

Info lengkap langsung aja cek di web http://tanakitacamp.com/wp/

Met liburan yaaa ^^.

Photo by TarikKoper part of Shintaries.Com

0 0 votes
Article Rating