Hari-hari pendaftaran PPDB Jakarta 2023 datang lagi. Mengalami ppdb nyaris tiap tahun karena punya anak yang hanya selisih setahun, bikin saya cukup “gape” urusan ppdb ini. Jangan kaget, di Jakarta itu sangat kompetitif kalau urusan sekolah. Emak emak penggemar drakor yang udah nonton Sky Castle, Class of Lie, atau yang terbaru Crash Course in Romance, ternyata beneran terjadi juga di Jakarta Raya tercinta ini.

Mungkin pada heran, kok segitunya banget sama sekolah. Ya monmaap, ternyata itu dikarenakan mengincar sekolah negeri terbaik di Indonesia yang kebetulan memang ada di Jakarta Selatan. Baik tingkat SMP maupun SMA. Saya ngga bahas swasta karena itu jauh berbeda pandang. Yang saya bahas pun orang tua yang sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya karena mereka punya sejarah sekolah bagus (negeri) pada masanya. Sehingga tingkat kompetitifnya pun semakin tinggi. Tidak hanya di kalangan anak-anak tapi justru di orang tuanya. Menarik kan 😀

Tentu saja hal ini dipicu oleh sistem penerimaan sekolah negeri yang ditentukan oleh dinas pendidikan melalui skema PPDB. Yang mana, selalu saja ada polemik yang membuat orang tua harus putar otak untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah negeri terbaik impian anak (dan orang tua).

Apa Itu PPDB Jakarta 2023?

Seleksi penerimaan siswa baru di sekolah negeri di ppdb jakarta 2023 dipusatkan menjadi satu website di ppdb.jakarta.go.id. Lebih enak lebih praktis sebetulnya. Prosesnya mudah dan sudah terintegrasi dukcapil. Paling kendalanya hanya di server yang suka error karena traffic. Masih wajar sebetulnya karena itu kendala umum ketika semua orang mengakses bersamaan.

Kenapa itu terjadi, ya karena memang salah satu faktor penentuan seleksi adalah waktu mendaftar yang diutamakan bagi pendaftar yang duluan mendaftar. Makanya ngga heran pada ngga sabaran. Padahal menurut saya ngga terlalu ngaruh banget sih ya. Karena pada akhirnya tergantung jalur ppdb jakarta 2023 yang dipilih.

Jalur penerimaan ppdb jakarta 2023 pun terbagi menjadi beberapa bagian yang bisa dipilih oleh orang tua. Nah, jalur-jalur inilah yang akhirnya menjadi polemik dan masalah penerimaan siswa baru menjadi pelik. Ngga heran setiap tahunnya pasti menuai protes. Hanya setahun dua tahun kemarin aja tuh setau saya tidak protes, karena ada covid dan semua sedang sibuk menyelamatkan diri dari virus mematikan karena memang lagi tinggi-tingginya.

Nah berhubung bulan ini sudah mau mendekati ppdb jakarta 2023 lagi, jadi saya mulai tertarik lagi membahasnya. Siapa tau bisa jadi pada punya gambaran, gimana serunya dunia per-emak-an dan dunia drakor yang menjadi nyata.

Jalur Penerimaan PPDB Jakarta 2023

Semenjak era covid dan peniadaan Ujian Nasional, terjadi perubahan sistem penerimaan siswa baru sekolah negeri dengan menggunakan nilai rapor. Yes, semua emak era dulu akan selalu bilang, enak pakai nilai UN ya karena lebih praktis. Tapi ya kita harus menerima kenyataan, kalau memang UN sudah dihapus dan tidak digunakan lagi (paling tidak di era ini).

Sebagai emak cerdas tidak gaptek yang selalu catch up dengan pendidikan ter-update, harusnya selalu mau belajar dan memahami bagaimana sistem akan selalu berubah dan bagaimana kita beradaptasi kan. Jadi seharusnya tidak akan terlalu berguna, kalau waktu kita dihabiskan untuk marah, ngomel, atau protes. Justru kita harus selalu memantau perkembangan supaya kita tau, bagaimana caranya bisa bersaing secara kompetitif dan sehat. Nah mulailah dengan memahami jalur-jalur penerimaan siswa baru ppdb Jakarta 2023 yang bisa kita ikuti.

Tidak seperti jalur penerimaan di berbagai daerah, jalur penerimaan di ppdb Jakarta 2023 ini agak unik dan berbeda. Definisinya benar-benar harus dipahami dan memang terlihat rumit namun tidak sulit untuk dipahami. Tapi memang ada beberapa hal yang orang-orang tidak setuju karena faktanya di lapangan jauh berbeda dengan tujuan awalnya.

Jalur pertama dimulai dengan jalur prestasi yang terdiri dari jalur akademik dan non akademik. Kedua jalur ini mengutamakan nilai sidanira (rapor) yang tinggi yang nanti akan diperhitungkan bobotnya sesuai dengan pemilihan tipenya. Namun ternyata tidak cukup hanya nilai rapor saja, karena HARUS ada sertifikat pencapaian prestasi akademik atau non akademik, kepengurusan OSIS, serta kepengurusan Ekskul. Ketika hanya memiliki nilai sidanira saja tanpa dilengkapi 3 hal tersebut, jangan harap bisa lolos di jalur prestasi. Karena memang kuotanya sangat sedikit namun peminatnya banyak dan beberapa sudah aware dengan kebutuhan sertifikat dan kepengurusan.

Makanya saya bilang, hal yang terjadi di drakor itu beneran kejadian di sini. Karena mungkin sistem ini sudah lebih dulu dipakai di negara lain dan baru saja diterapkan di Jakarta, sehingga persaingan untuk mendapatkan sertifikat + kepengurusan menjadi lebih ketat. Jadi tidak heran, orang tua akhirnya harus turun tangan, kalau anaknya tidak mau digeser oleh orang tua lainnya yang juga memperjuangkan hal yang sama. Ngeri kan wkwkwk!

Yang jadi masalah adalah di sistem perhitungan nilai akhir, dimana pada akhirnya nilai sidanira ini tidak menjadi berpengaruh jika tidak ada sertifikat pendukung dan kepengurusan. Jadi pada akhirnya, malah jadi berlomba-lomba ikut kompetisi demi sertifikat dan rebutan jadi pengurus ekskul demi menambah nilai PPDB. Ngga lagi yang beneran passion di salah satu ekskul dan beneran punya visi misi untuk memajukan sekolah melalui organisasi siswa. Sudah melenceng jauh euy!

Jalur kedua yang juga sama bermasalahnya adalah jalur zonasi yang berbeda dengan di beberapa daerah. Jalur zonasi di DKI Jakarta ini tidak hanya disesuaikan oleh lokasi tempat tinggal saja, tapi hasil seleksinya ditentukan oleh usia. Iya betul, diurutkan dari yang tertua sampai yang yang termuda. Dengan kuota sebesar 50% dari kapasitas sekolah, tentunya orang banyak berharap di jalur ini. Tapi ada daya, pengurutan berdasarkan usia ini tentunya tidak adil.

Tidak hanya karena pengurutan usia saja yang menjadi masalah, karena pada akhirnya lagi-lagi tujuan dari zonasi tidak tercapai kan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa cara-cara (curang) dengan memindahkan kartu keluarga si anak lazim dilakukan semenjak jaman dahulu kala. Hal ini terjadi kembali di ppdb jakarta 2023 dan makin marak. Malah terkesan diperjualbelikan karena untuk memindahkan NIK anak ke sebuah KK yang masuk zonasi terutama prioritas 1, biasanya dipatok jutaan rupiah loh. Demi bisa lolos ppdb jakarta 2023, orang tua ngga segan-segan membayar dan akhirnya membludaklah itu semua perpindahan zonasi dengan mengganti KK si anak.

Tidak tanggung-tanggung, dalam 1 KK sudah ada 5-10 anak dengan orang tua yang berbeda. Hadeuhhh. Lalu apa gunanya ada sistem zonasi yang tujuannya adalah mendekatkan sekolah dengan tempat tinggal kalau pada kenyataannya tetap saja lokasi asli rumah mereka itu jauh. Bahkan mungkin, si anak asli malah ngga kebagian karena ada banyaknya anak lain yang terdaftar di lingkungan itu. Apalagi tidak ada verifikasi langsung ke lokasi dan tidak ada yang memastikan bahwa benar anak tersebut memang benar satu keluarga.

Cerita lainnya, demi meloloskan anak-anaknya ke ppdb jakarta 2023, tidak tanggung-tanggung juga, ada orang tua yang sudah siap dengan membeli rumah sekitaran sekolah bahkan rela pindah kontrakan demi mendapatkan alamat. Tentunya cari yang dekat sekolah unggulan tersebut dong. Keren kan, ngga nanggung loh perjuangannya. Jangan kagettt!!! 😀

Masalah Demi Masalah di PPDB Jakarta 2023

Saya juga bukan datang dengan banyak solusi dan punya cara terbaik untuk memperbaiki ini. Tapi ini sekedar menjelaskan apa yang sebetulnya terjadi di masyarakat dan bagaimana pola PPDB ini membentuk persaingan yang menjadi lebih kompetitif dan tidak sehat. Tidak hanya terjadi di anak-anak saja namun juga orang tuanya. Karena pada akhirnya semua keputusan tentunya ada di tangan orang tua yang menginginkan sekolah terbaik untuk anaknya.

Untuk orang tua yang masih memercayakan sekolah negeri masih tempat terbaik, tentunya pemerintah harus percaya diri bahwa masih dipercaya sebagai rujukan pendidikan yang oke. Walaupun sudah banyak sekolah swasta dengan segudang kurikulum bawaan dari luar, namun sekolah negeri akan selalu menjadi pilihan karena masih ada sekolah terbaik yang menjadi incaran.

Namun pada akhirnya, masalah yang sudah kerap terjadi setiap tahunnya tidak menjadikan adanya perubahan signifikan untuk mengatasinya. Malah cenderung dianggap sudah menjadi sistem terbaik dan tetap digunakan. Karena itulah, selalu akan ada hal tidak adil dalam penerimaan siswa baru dan para orang tua harus menerima apa adanya.

Menurut saya pribadi, yang paling bermasalah adalah jalur zonasi. Mulai dari kuotanya yang terlampau besar sampai penentuan hasil seleksi berdasarkan usia. Jalur zonasi menjadi sia-sia ketika tujuan utama menjangkau anak yang tinggal di sekitar sekolah, untuk dapat bersekolah di lokasi terdekat dari rumahnya menjadi tidak tercapai. Bagaimana tidak, setahun dua tahun sebelumnya, sudah banyak orang tua yang memindahkan NIK anaknya menumpang di KK rumah yang dekat dengan sekolah incaran. Menjadi lebih sia-sia lagi ketika tujuan besar untuk mengurangi kemacetan Jakarta tidak tercapai, karena si anak tersebut tidak benar-benar tinggal sesuai KK yang terdaftar di Dukcapil.

Faktor usia pun menjadi masalah besar, karena walaupun tujuan utama adalah semua dapat bersekolah tidak berdasarkan kecerdasan, namun seleksi berdasarkan usia tentunya sangat tidak adil. Harus ada metrik lain yang dijadikan acuan seleksi. Verifikasi lokasi tempat tinggal yang sebenarnya misalnya. Oleh karenanya, sebaiknya kuota zonasi tidak perlu mencapai 50%. Faktanya, hasil zonasi tidak sesuai dengan peta prioritas karena banyak anak yang tidak tinggalnya tidak sesuai KK. Jadi bisa dilihat kalau tujuan zonasi tidak tercapai. Jadi buat apa??!!

Masalah sertifikat dan kepengurusan juga akhirnya menjadi rumit. Anak jadi tidak fokus belajar dan memahami pelajaran. Mau tidak mau, mereka juga harus membagi waktu antara organisasi dan ekskul. Walau itu sesuatu hal yang baik, namun jadi terasa ada keterpaksaan. Jadi terkesan sia sia belajar dan tidak cukup hanya mendapat nilai bagus, kalau tidak mendapatkan sertifikat atau menjadi pengurus. Karena dengan nilai pas-pasan pun, si anak bisa lolos ppdb jakarta 2023 hanya dengan modal sertifikat dan kepengurusan. Terasa sia-sia belajar di sekolah walau punya nilai 90 ke atas. Wew. Capek banget.

Saya paham tujuannya memang untuk pendidikan yang lebih baik. Tapi buat saya yang sudah mengikuti ppdb jakarta sejak 2019 dan sistem baru ini dimulai, rasanya makin ke sini makin berat. Karena era kompetitifnya sudah berasa bahkan dari dua tiga tahun sebelum masuk sekolah. Bagaimanapun, kami orang tua masih menaruh harapan loh di sekolah negeri (terbaik) di negara ini. Yah moga-moga saja, makin ke sini perbaikan semakin baik terutama untuk wilayah Jakarta. Semangatt yaa mamm!!!

0 0 votes
Article Rating